Heritage : Antik atau Burik? – Apa sih yang ada di pikiran kawan-kawan ketika aku mengatakan, heritage? Ya, tidak sedikit dari kita yang merasa ini pembahasan sangat berat untuk dicerna. Singkat kata, sesuatu yang tidak menarik untuk diulas.

Stop!
Hilangkan apatis kawan-kawan ya…
Seperti kata pepatah, “tak kenal maka tak sayang”. Sini kita berkenalan sejenak agar tahu, betapa serunya pembahasan ini.

Heritage secara arti adalah warisan atau pusaka. Namun secara makna, United Nations Educational, Scientific and Culture Organization (UNESCO) mendefinisikannya yakni warisan (budaya) masa lalu, apa yang saat ini dijalani manusia, dan apa yang diteruskan kepada generasi mendatang.

Singkat kata, heritage merupakan sesuatu yang harus diestafetkan dari generasi ke generasi, dikarenakan memiliki nilai sehingga harus untuk dipertahankan atau dilestarikan keberadaannya.

Heritage tergolong dua jenis, pusaka teraba (tangible) dan pusaka tidak teraba (intangible). Dikatakan tangible heritage yakni bangunan, monumen, lanskap, buku, karya seni, dan artefak. Sedangkan intangible heritage yakni cerita rakyat, tradisi, bahasa, dan pengetahuan.

Namun di Indonesia, kategori heritage masuk ke dalam 3 golongan, diantaranya :

  1. Pusaka Alam : bentuk alam yang istimewa, seperti Taman Nasional Komodo, Taman Nasional Ujung Kulon, dll.
  2. Pusaka Budaya : hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa dari lebih 500 suku bangsa di tanah air Indonesia, seperti rumah adat, kuliner, musik/tarian tradisional, cerita rakyat, dan bangunan kuno.
  3. Pusaka Saujana : gabungan pusaka alam dan pusaka budaya dalam kesatuan ruang dan waktu. Lebih dikenal dengan istilah culture landscape (saujana budaya).

 

Heritage : Antik atau Burik?

Nah, gimana? Gimana?
Sudah mulai paham ya apa itu heritage?
Oke, sekarang kita sedikit bergeser pembahasan.

Bercerita tentang Pusaka Saujana, aku ingin mengenalkan kawan-kawan dengan komunitas Saujana Riau (@saujanariau). Beberapa hari lalu mereka aku ajakin Instagram Live di akun @medanheritage.

Bang Dedi Ariandi, selaku narasumber, menceritakan bahwa kondisi heritage di Pekanbaru sudah masuk kategori ‘prihatin’. Sebelum masuk diskusi, Bang Dedi mengajak kami Raun-Raun Heritage secara virtual ke beberapa situs heritage yang ada di Pekanbaru.

Heritage : Antik atau Burik?Sungguh, melihat beberapa situs tersebut, hatiku ‘nyes’ remuk redam. “Ternyata tak jauh beda dengan kondisi di Medan ya bang,” celetukku spontan.

Ya, Medan yang masuk dalam kategori multikultural seharusnya lebih kaya akan heritage kotanya. Ragam pengaruh budaya ini diakibatkan karena gejolak ekonomi di zaman penjajahan Belanda dahulu.

Seksinya keberadaan industri Tembakau Deli, menjadikan perkampungan Medan bertransformasi menjadi perkotaan. Banyak pengaruh luar masuk ke kota ini yang lambat laun membuat Medan bertransisi sebagai kota dengan masyarakat heterogen.

Tentunya dengan kondisi masyarakat seperti ini bukanlah pekerjaan mudah untuk menyatukan pola pikir mereka tentang konsep pelestarian heritage. Pertanyaannya, masyarakat Medan apatis atau tidak sih dengan isu heritage?

Aku berani mengatakan, tidak, jika dipandang dari kacamata anak muda. Medan Heritage dalam program Raun-Raun Heritage telah membuktikan beberapa kali eksperimen wisata. Tingkat minat keikutsertaan peserta wisata yang telah digelar 5 kali, menunjukkan data 5:50.

Itu berarti antusiasme anak muda sangatlah tinggi setelah mereka melihat, mendengar, dan merasakan serunya berwisata heritage, dalam kasus ini tangible heritage yaitu bangunan tua.

Raun-Raun Heritage yang kami gelar tidak hanya ke situs yang masih terawat, namun banyak juga situs terbengkalai yang kami jadikan destinasi wisata. Tujuannya, agar peserta wisata memiliki pengalaman tentang heritage yang dilestarikan dan tidak.

Apa hasil opini mereka?
Mayoritas mereka mengatakan, “Kalaulah bangunan ini bisa disulap ulang, pasti akan lebih memiliki nilai jual tinggi dan jadi spot nongkrong yang keren abis”. Itulah tujuan kami, Medan Heritage. Ingin menggelitik para anak muda agar tersadarkan bahwa pentingnya melestarikan heritage kota.

Heritage : Antik atau Burik?

Ini sejalan dengan diskusi bersama bang Dedi kemarin. Beliau mengatakan,

“Belajar sejarah itu untuk membaca masa depan. Belajar sejarah itu berarti kita mempelajari peristiwa dari waktu ke waktu”

Hal inilah yang mendasari Medan Heritage ingin bergerak mengajak anak muda kota Medan untuk berkenalan dengan kotanya melalui peninggalan bangunan-bangunan tuanya. Memang kota ini dijadikan karena keberadaan perindustrian Tembakau Deli, sehingga pemerintahan Belanda membangun begitu banyak perkantoran dalam mendorong lajunya ekonomi industri di masa itu.

“Bangunan tua itu kan pusaka yang berbentuk fisik ya. Nah pertanyaannya, bagaimana kita mau cerita ke anak cucu kita tentang sejarah dulu ada ini lho nak di sini, ada itu juga, kalau fisiknya tidak ada? Itu kenapa, menurutku fisik perlu dalam konteks pusaka, agar orang punya pengalaman visual saat diceritakan tentang sejarah itu,” tegas bang Dedi saat memaparkan beberapa situs heritage kota Pekanbaru.

Beliau juga sempat menjelaskan bahwa pelestarian pusaka dengan pelestarian pariwisata itu adalah pekerjaan yang berbeda.

Pelestarian pusaka merupakan pekerjaan yang tidak terlepas, sifatnya berkesinambungan. Salah satunya adalah pemberdayaan masyarakat.

Pelestarian pariwisata merupakan pekerjaan yang mengekspos, sifatnya kegiatan momentum. Salah satunya adalah festival.

Jadi, dalam pelestarian heritage itu kita butuh waktu sangat panjang untuk melakukannya, bahkan dia akan diestafetkan dari generasi ke generasi. Tolak ukur heritage itu dilestarikan apa tidak yakni semakin besar jumlah orang yang peduli.

Bisa aku simpulkan bahwa heritage itu dikatakan antik jika dia masih memiliki nilai-nilai keaslian baik dari unsurnya ataupun sejarahnya. Namun dikatakan burik jika nilai-nilainya sudah tergerus, meskipun hanya satu unsur.

Contoh :
Bangunan tua yang direvitalisasi, jika bahan baku dalam perbaikannya tidak sesuai dengan komposisi aslinya, maka ini sudah masuk kepada kategori perusakan pusaka.

Seru kan ya pembahasan heritage?
Pastinya kawan… bagiku heritage itu bagaikan jatuh cinta. Kita kenalan dulu, pendekatan (PDKT), mulai timbul ketertarikan, dan akhirnya jatuh hati deh terngiang-ngiang sampai candu. Hehe…

Semoga tulisanku tentang “Heritage : Antik atau Burik?” mampu membuka wawasan berpikir kawan-kawan untuk bergerak peduli heritage.

Medan Heritage…
Muda, Gaya, Berbudaya!
Save Our Heritage!

Heritage : Antik atau Burik?
Tagged on:                                             

6 thoughts on “Heritage : Antik atau Burik?

  • February 8, 2021 at 10:07 pm
    Permalink

    Antik dong. Look classy. Dari dulu yang berbau tradisional selalu terlihat mewah

    Reply
  • February 9, 2021 at 4:18 am
    Permalink

    Sekarang tuh lagi jamannya kemabli ke Heritage, kembali ke masa jadul penuh dengan kenangan

    Reply
  • February 9, 2021 at 5:10 am
    Permalink

    Wah bermanfaat sekali kak, infonya. Betul akupun termasuk orang yang sangat antusias dengan hal-hal yg berbau heritage. Kadang sering hunting biar tau bagaimana sejarahnya dulu

    Reply
  • February 9, 2021 at 5:56 am
    Permalink

    Aku prinadi memang lbh suka hal2 yg klasik kaya bangunan2 tua yg ada di kota medan syg nya gak terwt aja si .. pdhl itu cakep

    Reply
  • February 9, 2021 at 3:38 pm
    Permalink

    Kadang rindu lho ama yang bersejerah gitu. Unik, antik, dan mempesona

    Reply
  • February 10, 2021 at 2:24 am
    Permalink

    Lagi populer lagi gak sih style antik vintage gitu? Banyak anak muda yang hobby plesir ke tempat tempat tempo dulu gitu

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *